Harimau di Ladeh Panjang

    Harimau di Ladeh Panjang

    Harimau di Ladeh Panjang - Ladeh Panjang itu nama sebuah rawa dengan ekosistem sangat unik. Letaknya bukan di pinggir pantai atau dataran rendah, tetapi pada ketinggian 1.950 m dpl di kaki Gunung Kerinci. Kekayaan habitatnya sunguh-sungguh tak terkira. Inilah tuturan Ary Setiabudi Dharmawan, yang terlibat dalam survai plotting objek-objek wisata alam di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, diprakarsai WWF.

    Gunung Kerinci
    Gunung Kerinci

    Adakah rawa yang menarik untuk dikunjungi? Kawasan tanah becek, berlumpur, penuh nyamuk dan retilia serta kalau diinjak akan amblas perlahan-lahan itu, memang layak disingkirkan dari benak kita sebagai tempat yang pantas untuk dikunjungi. Tapi kalau dari tepiannya kita bisa mengintip bagaimana harimau mengincar mangsanya dan bertemu dengan rusa, beruang, macan, dan satwa liar lainnya, tentu layak dipertimbangkan untuk dikunjungi. Apalagi rawa itu terletak di ketinggian ą 2.000 m, cukup menantang para pencinta alam dari dalam maupun luar negeri.

    Itulah sebagian keunikan ekosistem rawa yang ditawarkan Ladeh Panjang di kaki gunung tertinggi di Sumatra (3.800 m). Rawa ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), taman nasional terluas di Asia yang terkenal pula dengan Taman Warisan Asia Tenggara. Dengan suhu rata-rata tahunannya 14oC, tentu tak banyak kaum serangga atau binatang reptilia yang mampu bertahan hidup.

    Rawa Ladeh Panjang

    Ekosistem rawa memang termasuk salah satu objek wisata yang ada di dalam kawasan TNKS, selain pemandangan, gunung, danau, air terjun, gua, mata air panas, serta situs-situs arkeologis megalitik. Karena berada di ketinggian, ekosistem rawa di Kerinci, khususnya Kecamatan Gunung Kerinci, berbeda dengan ekosistem rawa dataran rendah dekat pantai, seperti rawa-rawa di pantai timur Pulau Sumatra mulai dari Cot Girek di Propinsi Aceh hingga Way Kambas dan Labuhan Meringgai di Propinsi Lampung.


    Letaknya yang jauh dari perairan laut membuat rawa di sini masuk kelompok rawa pedalaman (inland swamp). Karena itu, nyamuk kecil bernama agas yang gigitannya sangat menyakitkan di rawa seperti itu tidak sebanyak dan seganas dengan saudaranya di rawa dataran rendah. Apalagi dibandingkan dengan rawa-rawa di pantai selatan Irian Jaya.


    Ekosistem rawa Gunung Kerinci tersebar di dua tempat. Rawa bento seluas hampir 1.000 ha terdampar di dataran enklaf (kantung) di kaki lereng selatan gunung, dan Rawa Ladehpanjang hanya seluas 150 ha terbentang di lembah barat.


    Rawa Bento (ą 1.375 m) merupakan rawa gambut berumput ilalang (Leersia hexandra). Dinamai demikian karena bento itu bahasa setempat untuk menyebut ilalang. Bagian tengah rawa tergenang air Danau Bento dengan kedalaman 4 m. Di selatannya menganga Gua Kasah, dengan sarang burung waletnya. Rawa ini bisa dicapai dari Desa Kersiktuo ke arah timur atau selatan melalui jalan setapak.


    Meskipun lebih kecil, Rawa Ladeh Panjang letaknya lebih tinggi dibabndingkan dengan Rawa Bento, yaitu 1.950 m. Untuk mencapainya relatif lebih susah karena berada di tengah hutan belantara. Dari Kersiktuo naik angkutan umum Palompek - Sungaipenuh, turun di Bedeng VIII (Kayuaro). Dari sini menggunakan angkutan desa menuju Kebunbaru, desa terakhir ke arah Ladeh Panjang. Masih sekitar 5 - 8 jam berjalan kaki sebelum tiba di rawa itu.


    Rawa Ladeh panjang
    Rawa Ladeh panjang



    Ladeh Panjang ternyata juga rawa gambut ditumbuhi ilalang yang sama tingginya dan rapat. Orang bisa tertipu seperti melihat fatamorgana di padang pasir. Dari jauh mirip padang rumput atau bumi perkemahan.


    Dinginnya air dan beceknya lumpur mungkin bikin orang ngedumel manakala menyusuri padang rumput "jejadian" itu. Yang terpijak hanyalah tanah gambut yang membal dan berair, tidak ada tanah kerasnya! Jangan kaget kalau tiba-tiba tubuh Anda melesak ke bawah sampai sedalam 40 cm. Bahkan kalau tidak hati-hati dan salah memilih jalan, tubuh bisa tertelan rawa sedalam 4 m!


    Bento sebagai obat


    Rawa Ladeh Panjang tercatat sebagai rawa berlokasi tertinggi di Sumatra. Ia terjadi akibat peristiwa tektonik-vulkanik sehingga dataran itu membentuk cekungan yang hampir sepanjang tahun terisi air. Ada dua danau di kawasan Rawa Ladeh Panjang. Danau Sati di sisi utara dan Danau Ladeh Panjang di bagian tengah. Namun jangan heran bila ada yang menyebut Danau Ladeh Panjang sebagai Danau Singkarak (sama dengan nama sebuah danau di Sumatra Barat).


    Air rawa berwarna coklat kemerahan, keasamannya tinggi (pH = 5,3), dan seperti tercemar karat besi. Padahal, dalam radius 10 km tidak ada industri. Diduga, tanah Ladeh Panjang memiliki kandungan mineral besi yang tinggi.


    Untuk memasuki kawasan ini harus mendapatkan izin atau rekomendasi dari kantor TNKS, yang berlokasi di Jl. Arga Selebar Daun 11, Sungaipenuh 37112. Setelah itu melapor ke kantor Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang kemudian akan membuatkan surat izin perjalanan. Agar perjalanan aman, pemandu perjalanan sangat penting untuk melakukan trekking menuju Ladeh Panjang.


    Perjalanan menuju rawa tidak bebgitu berat, sekadar menyisir pinggiran lereng dan turun-naik bukit tanpa hambatan berarti. Kendati begitu, peralatan navigasi harus cukup lengkap meliputi kompas dan altimeter, dan bisa juga ditambah perlatan GPS (global positioning system) untuk mengetahui koordinat global posisi kita.


    Salah satu atraksi menarik yang mungkin tak bisa dijumpai di tempat lain adalah menonton harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di habitat aslinya. Harimau itu salah satu dari 9 jenis mamalia liar yang hidup di kawasan ini seperti diamati oleh petugas PHPA pada tahun 1986. Lainnya adalah babi liar (Sus scrofa), beruang (Helarctos malayanus), macan dahan (Neofelis nebulosa), siamang (Symphalangus sindactilus), landak (Hystrix sp.), tapir (Tapirus indicus), kijang (Mantiacus muntjak), serta rusa sambar (Cervus unicolor). Populasi rusa dan kijang merupakan yang terbesar di antara jenis binatang lain.


    Jika diamati lebih jauh, dalam ekosistem rawa tersebut terdapat predator chain (rantai makanan). Kijang dan rusa sambar termasuk herbivora, sedangkan puncaknya adalah harimau dan macan dahan.


    Uniknya, bento-bento yang mengecoh penglihatan itu, konon, menurut orang Minang yang tinggal di Muaralabuh di lembah timur G. Kerinci, kucing yang sedang tidak enak badan mengobati dirinya dengan mengunyah bento-bento. Barangkali, harimau yang satu famili dengan kucing juga akan melakukan hal yang sama kalau sedang meriang.


    Dari sisi administrasi, Ladeh Panjang sangat penting sebab merupakan pembatas alami antara Propinsi Sumatera Barat bagian tenggara dan Propinsi Jambi bagian barat laut. Rawa ini juga pembatas antara hutan yang difungsikan sebagai kawasan hutan alami dan wilayah perkebunan rakyat.


    Tak heran kalau berjalan dari Desa Kebunbaru menuju Ladeh Panjang, banyak kita temui lahan perkebunan milik rakyat. Tanaman budidaya yang dominan adalah kayu manis (cinnamon) dan tembakau. Kabupaten Kerinci memang terkenal sebagai produsen kayu manis terbesar, tidak saja di P. Sumatra tapi di Indonesia. Sedangkan tembakau Kerinci menjadi salah satu tembakau terkenal di ranah Minang. Meski begitu, ditanam pula cabai, wortel, kubis, jagung, bawang, dan cengkih.


    Harimau di bulan purnama


    Selepas areal perkebunan penduduk dan areal bukaan hutan, kawasan hutan lebat menghadang sebelum tiba di pintu masuk Ladeh Panjang. Saat memasuki kawasan hutan itu terlihat jejak-jejak aneh di tanah kalau mata kita jeli. Tentu bukan jejak manusia! Bentuknya beragam, ada yang melengkung lancip, oval, sampai bulatan selebar telapak tangan orang dewasa dengan 3 - 4 bulatan kecil di dalamnya. Bentuk jejak terakhir rupanya jejak kaki si raja hutan.


    Tak jarang kita lihat butiran-butiran kotoran kering yang bercampur dengan bulu-bulu berwarna putih keperakan, seperti uban. Itulah kotoran harimau yang keluar bersama dengan bulu-bulu rusa sambar. Sementara itu di bawah kerimbunan pohon sering terlihat rebahan rerumputan atau semak belukar. Rupanya itu bekas tempat rebahnya harimau. Jangan terkejut bila siang hari melintas jalan setapak, terdengar bunyi gemerisik di antara semak belukar di sekeliling kita. Besar kemungkinan beruang sedang "mengintip" kita.


    Usahakan tiba di Ladeh Panjang sebelum malam tiba. Soalnya, kijang dan rusa biasanya keluar malam hari. Di saat itu harimau yang lapar pun ikut begadang mmencari mangsa. Makanya, jika berani berjalan dalam kegelapan malam, besar kemungkinan Anda akan menyaksikan dua sorot sinar kuning kehijauan dari mata harimau dan kerlap-kerlip merah muda menyala dari mata rusa. Kedua jenis hewan itulah yang menjaga malam. Satwa lainnya tak punya cukup nyali untuk keluar dari sarangnya kecuali siang hari. Itu pun kalau tidak turun hujan deras. Saat seperti itu mendingan kelonan saja di sarang yang hangat. Mungkin begitu kilah mereka.


    Berbeda dengan beruang yang jalannya menimbulkan suara berisik, kehadiran harimau nyaris tak terdengar. Tidak perlu panik, santai saja bila tiba-tiba Anda bertemu face to face dengan harimau di malam hari. Perhatikan gerak-geriknya, terutama sinar bola matanya. Jika bola matanya perlahan-lahan bergerak turun, saat itulah ia mengeluarkan kuku-kuku tajamnya. Bila tidak membawa senjata, langkah terbaik adalah menghindar. Tindakan selanjutnya adalah lari ngibrit sejauh-jauhnya!


    Namun, menurut Tukiman, pemandu dari Desa Kebunbaru, hewan-hewan di Ladeh Panjang tak seganas binatang yang bercokol di hutan-hutan bengkulu. Harimau di hutan itu sering berjalan di jalur setapak yang dilalui manusia. Sedangkan di Ladeh Panjang, umumnya satwa liar enggan bertemu dengan manusia. Begitu mencium bau manusia, mereka langsung bersembunyi.


    Belum komplet kalau ke Ladeh Panjang tidak menginap. Setidaknya bermalam satu atau dua hari. Tidak perlu khawatir harus membawa tenda sebab di sana sudah berdiri sebuah rumah inap khusu, semacam guest house, yang didirikan oleh petugas PHPA. Rumah yang terbuat dari kayu keras berbentuk rumah panggung berlantai dua itu cukup untuk berlindung dari gangguan satwa liar.


    Malam hari di Ladeh Panjang memberikan pengalaman tersendiri, terlebih saat bulan sedang purnama. Ketika itulah kita bisa leluasa menonton harimau. Menurut Tukiman, malam purnama konon menjadi ajang ngrumpi harimau dengan makhluk halus penunggu Ladeh Panjang. Harimau-harimau itu mulai berdatangan sejak sore hari kala gelap belum menyelimuti kawasan rawa. Mereka berjalan-jalan di rawa atau sekelilingnya sambil mengaum bersahut-sahutan. Hati siapa yang tak tergetar mendengarnya ....


    Sumber: Intisari 1997

    LihatTutupKomentar